Jumat, 02 Juli 2010

MADZHAB SALAF MENGENAI KAROMAH PARA WALI

Kajian Islam :
KITAB TAUHID 3
oleh : Dr.Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan


MADZHAB SALAF MENGENAI KAROMAH PARA WALI

Di antara prinsip dasar Akidah Ahlussunah wal jama'ah adalah meyakini dan membenarkan adanya karomah bagi para wali Allah Subhanahu waTa’ala.

Karomah adalah hal atau peristiwa luar biasa (khawariqul 'adah) yang diberikan oleh Allah Subhanahu waTa’ala kepada para waliNya. Karomah itu adalah merupakan perkara yang terjadi di luar kebiasaan, tidak biasa bagi manusia biasa.
Auliya' adalah bentuk jamak (plural) dari kata waliy, yaitu orang mukmin yang bertakwa, sebagaimana ditegaskan di dalam firmanNya,

Artinya: "Ingatlah, bahwa sesungguhnya para wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (Yunus: 62-63).

Disebut waliy adalah sebagai pecahan dari kata al-wala' yang berarti cinta dan kedekatan. Maka yang disebut waliyullah itu adalah siapa saja yang mencintai Allah Subhanahu waTa’ala dengan cara mematuhi segala apa saja yang dicintaiNya dan bertaqarrub (mendekatkan diri) kepadanya dengan menjalankan apa saja yang Dia ridhai.

A. Pembagian Kelompok Manusia Mengenai Karomah Para Wali

Terhadap masalah Karomah para wali ini, manusia terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Kelompok pertama: Orang-orang yang menafikan atau tidak mempercayainya, seperti Mu'tazilah, Jahmiyah dan sebagian kelompok di dalam sekte Asya'irah. Syubhat atau alasan mereka adalah bahwasanya jikalau hal-hal khawariq (peristiwa-peristiwa luar biasa) boleh terjadi pada para wali niscaya tidak bisa dibedakan antara nabi dengan lainnya, sebab perbedaan antara seorang nabi dengan lainnya itu adalah mukjizat yang merupakan hal atau peristiwa di luar kebiasaan.

Kelompok kedua: Orang-orang yang ekstrem atau berlebihan di dalam menetapkan dan meyakini Karomah. Mereka berasal dari kelompok Tarekat Sufi dan Quburiyyin (pemuja kuburan), mereka datang kepada manusia dengan menampakkan khawariq syaithani (hal-hal yang bersifat di luar kebiasaan namun berasal dari setan), seperti anti bakar, anti bacok, menaklukkan ular berbisa dan perilaku-perilaku aneh lainnya yang diklaim oleh pemuja kuburan (quburiyyun) yang mereka sebut khawariq.

Kelompok ketiga: Orang-orang yang beriman dan meyakini adanya karomah para wali berdasarkan petunjuk al-Qur'an dan Sunnah. Mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Ahlus Sunnah memberikan tanggapan terhadap orang-orang yang tidak meyakininya dengan dalil dan hujjah man'ul isytibah (tidak ada kekaburan) antara nabi dengan lainnya. (Mereka menjelaskan) bahwasanya, ada perbedaan-perbedaan besar antara para nabi dengan lainnya, yang tidak khawariqul 'adat, dan bahwasanya wali tidak mendakwakan kenabian. Dan kalau sekiranya ia mendakwakan kenabian, niscaya keluar dari wilayah kewalian dan menjadi pendakwa dusta, bukan seorang wali.

Dan adalah termasuk sunnatullah terungkapnya kepalsuan si pendusta, sebagaimana terjadi pada sang pendusta Musailamah dan lainnya.

Ahlus Sunnah juga memberikan tanggapan terhadap orang-orang yang ekstrem di dalam menetapkan dan meyakini karomah. Mereka (menjelaskan bahwa khawariq syaithani) itu adalah perbuatan para tukang tenung dan dajjal. Mereka bukan para wali Allah Subhanahu waTa’ala, melainkan para wali setan, dan yang terjadi pada mereka tiada lain adalah kedustaan dan perbuatan dajjal atau fitnah bagi mereka dan lainnya dan sebagai istidraj.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam masalah ini mempunyai kitab yang sangat berharga, namanya adalah al-Furqan Baina Auliya' ar-Rahman wa Auliya' asy-Syaithan.

B. Macam-macam Karomah:

Karomah itu ada yang berwujud pengetahuan dan kasyf (mengetahui rahasia ghaib), seperti dapat mendengar sesuatu yang tidak dapat didengar oleh selain dia, atau dapat melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat orang lain, baik dalam keadaan jaga maupun tidur, atau mengetahui apa yang tidak diketahui oleh orang lain. Karomah juga ada yang berwujud kemampuan dan dapat mempengaruhi.

Sebagai contoh untuk macam yang pertama adalah ucapan Umar bin al-Khaththab radiyallaahu ‘anhu, "Wahai pasukan, (berlindunglah) ke balik bukit." Pada saat itu beliau berada di Madinah, sedangkan pasukan berada di bukit di daerah Masyriq (negeri Syam).

Juga pemberitaan yang dilakukan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq radiyallaahu ‘anhu bahwa bayi yang berada dalam kandungan istrinya adalah perempuan. Juga berita yang disampaikan oleh Umar bin al-Khaththab radiyallaahu ‘anhu tentang orang yang akan lahir dari anak keturunannya menjadi seorang yang adil, dan juga kisah tentang orang yang menemani nabi Musa ’alaihissalam dan pengetahuannya tentang kondisi pemuda laki-laki.

Sedangkan contoh untuk macam yang kedua, yaitu kisah tentang orang yang mempunyi pengetahun tentang al-Kitab, ia dapat membawa singgasana milik Ratu Balqis kepada Nabi Sulaiman ’alaihissalam, kisah Ashabul kahfi, kisah Maryam dan kisah Khalid bin al-Walid yang minum racun tetapi tidak terjadi bahaya pada dirinya.

Di antara Karomah yang disebutkan di dalam al-Qur'an adalah yang dijelaskan tentang kehamilan Maryam tanpa melalui hubungan dengan laki-laki manapun, apa yang disebutkan di dalam surah al-Kahfi tentang Ashabul Kahfi, kisah orang shalih yang mendampingi nabi Musa dan kisah tentang Dzul Qarnain.

Di antara contoh karomah yang disebutkan dengan sanad-sanad shahih dari para sahabat dan kaum Tabi'in adalah seperti Umar bin al-Khaththab radiyallaahu ‘anhu dapat melihat pasukan kaum muslimin padahal ia sedang berada di atas mimbar di Madinah dan pasukan sedang berada di Nahawan di wilayah Masyriq, di mana pada saat itu beliau menyerukan kepada pasukan itu, "Wahai pasukan, (berlindunglah ke balik) bukit." Pasukan itu pun mendengarnya dan dapat memahami arahan dari Umar sehingga dapat selamat dari tipu muslihat musuh.

Karomah tetap ada pada umat ini hingga hari kiamat kelak selagi kewaliyan dengan syarat-syaratnya masih ada pada mereka. Para wali Allah Subhanahu waTa’ala itu adalah orang-orang yang bertakwa dan beriman, mereka tidak mengklaim kewalian dan kewalian mereka tidak membuat mereka meninggalkan sedikitpun dari kewajiban-kewajiban agama dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Wallahu a'lam.


Sumber :
http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkajian&parent_id=2492&parent_section=kj076&idjudul=2359